Jumat, 04 Maret 2011

Asshole SMU

Ini hari pertamaku masuk sekolah lanjutan baruku, hah ,sebenarnya bagiku sekolah itu menyiksaku, pasti sulit rasanya beradaptasi pada lingkungan yang berbeda dari karakterku yang selalu ingin hidup bebas tanpa ada aturan. Hidupku selalu penuh dengan kekerasan, aku bertahan hidup sendiri di dunia ini berkat perjuangan kerasku. Keluargaku yang berantakan yang membuatku demikian. Kedua orang tuaku kini memilih jalan hidupnya masing-masing. Mereka lebih mementingkan egonya dibanding dengan darah daging semata wayang mereka. Harapanku pergi dari mereka adalah agar dapat membuatku merasa lebih tenang. “Lepaskan semua beban pikiran, hidup adalah pilihan, waktu tak dapat kuputar, masa lalu tak bisa ku ubahh, hanya waktu yang terus berjalan hingga kedamaian bisa terwujudkan…”, kata-kata itulah yang menjadi motivasi hidupku.


“Woi murid baru, ngapain lo ngelamun di situ? Mau dihukum lo? Jangan cari masalah, kalo lo mau masuk SMA ini, lo harus nurutin apa yang kakak kelas lo bilang?”, salah seorang kakak kelas panitia OSPEK membentakku dan memecahkan lamunanku. “Anjing, gue tahu kalo ini OSPEK, tapi biasa aja woi, nggak ada alasan buat gue takut ma orang tua kayak lo, kalo loe nggak mau hidung lo moncrot, jangan cari masalah sama gue” , ucapan kasarku keluar begitu saja karena memang sudah terbiasa aku melakukannya. Murid-murid yang sedang berada di lokasi OSPEK lainnya terheran melihatku. Kakak kelas yang merasa kupermalukan tiba-tiba menuju ke arahku dan memukul muka daerah pipiku. Lalu dia berjalan menjauh, tak salah lagi, sambil menggenggam batu. “Anjiing..!!!”, ucapku. ”Itu balasan buat lo yang coba-coba berani sama gue, lo nggak tahu apa? Gue ketua gang tingkatan D di sekolah ini. Catat itu bocah!”, orang itu berceloteh lagi dari kejauhan. Lalu dia tertawa-tawa dikuuti teman-temannya.

Mataku kupicingkan, aku emosi, dari bibirku terasa ada yang mengalir, dan setelah kuusap dengan tanganku, ada darah disana. Emosiku semakin memuncak, selain melihat darah dari bibirku, adalah saat melihat tawa senang kakak kelas yang berani memukulku tadi. Aku berdiri, jari telunjukku kuacungkan di mukanya. Mimik wajahnya gusar. Aku berjalan gontai ke arahnya.

Aku setengah berlari ke arahnya, tapi tiba-tiba lengan yang sangat kuat menghadang gerakanku. Aku sontak tak bisa bergerak. Dua lengan semakin kuat menekan dadaku. Sesak. Lebih sesak dari asap rokok impor saat aku coba-coba menghisapnya kelas 2 SMP dulu.

Aku masih tak bisa melepaskan diri dari cengkeraman seseorang entah siapa itu. “Bro, gue suka keberanian lo, tapi kalau lo mukul dia sekarang, masalah bakal runyam?”,tiba – tiba orang yang mencengkeramku berbisik. “Apa maksud lo, lepasin gue kalau lo masih mau hidup.”, ancamku pada seseorang di belakangku, ”Santai bro, oke gue lepasin, asal kamu tahu gue ada di pihakmu.”, orang yang mencengkeramku berbicara lagi.

Setelah dua lengan yang menahan amarahku itu terlepas, dengan gesit aku segera berbalik dan segera ku pukul dagu orang di belakangku dengan sangat keras. Pukulanku berhasil membuatnya tergulai mencium tanah. ”Pukulan yang bagus, tapi sayang sekali, bagiku pukulan ini seperti cubitan anak SD.”, ejeknya segera sambil terbangun. Mendengar ucapannya, amarahku semakin menggila. Namun sebelum aku mengarahkan genggaman tanganku ke arah wajahnya, tangan kirinya menangkis gerakanku. Dan tangan lainnya memukul dadaku, rasanya tepat di ulu hati. Dengan satu pejaman mata, aku tersungkur, dan dadaku nyeri. Dia yang masih berdiri tegak menghampiri dan berkata “Gue rasa kita bisa membentuk satu kekuatan. Gue salut keberanian lo.”, ucap orang yang menghempaskanku itu.

Aku masih merasa sakit, mataku mulai redup, dan akhirnya terpejam, aku tak ingat apa yang sebenarnya terjadi. Saat aku terbangun, aku telah berada di ruangan yang dipenuhi dengan lemari obat-obatan, akupun mulai bangun dari pingsanku. Aku tersentak kaget ketika aku melihat orang yang memukulku tadi dengan penuh senyum menjelaskan apa yang tadi terjadi padaku. Aku masih tak paham, dia tadi memukulku tapi sekarang tersenyum-senyum. “Woi, sebenarnya apa itu tingkatan D seperti yang kakak kelas OSPEK tadi katakan? Kau tahu tidak? Aku ingin membalasnya.”, ucapku dengan nada kesal. Aku memang penasaran mengenai apa yang dikatakan kakak kelas OSPEK tadi.

“Hmm, semangat sekali kau, oke aku akan cerita banyak untukmu. Tapi sayang sekali, sepertinya momen seperti ini tak akan menggairahkan untukmu mendengarnya. Dan jujur saja aku lapar. Kita berceritanya di kantin saja, oke?”, orang berperawakan gendut yang dengan sekali pukulan membuatku pingsan itu berkata tanpa beban. “Haha, anjiiing. Bilang saja kamu mau ditraktir.”, aku jawab dengan tanpa beban juga. Aku lalu mengangguk tanda mengiyakan menuruti keinginannya. Tak lama, aku sudah berada di meja makan kantin duduk berhadapan dengan orang gendut yang telah memukulku tadi. “Hei gendut, siapa namamu?”, tanyaku santai. “Berani sekali kau panggil gendut, mau kupukul lagi ya?”, jawabnya dengan nada tinggi walau sambil tersenyum. “Haha, bercanda. Ayo, ceritakan siapa dirimu!”, aku kembali menyeringai.

“Baik, aku Kawaishi. Sama sepertimu, aku juga baru masuk tahun ini. Aku sangat bersemangat masuk di sekolah ini. Aku membawa dendam...”, ucapnya sambil melihat dalam-dalam mataku. “Hei-hei, tunggu dulu, dendam apa maksudmu? Kenapa kau membawanya ke sekolah baru, dasar bodoh!”, ucapku memotong pembicaraannya.
Lalu, dua mangkok ramen dihidangkan penjual kantin di meja makan. Lalu setelah penjual itu pergi, si gendut itu kembali berbicara. “Dua tahun lalu, saat masih kelas 1 di sekolah ini, kakakku mengalami koma setelah dihajar komplotan gang tingkatan A. Kejadiannya dilakukan di luar sekolah, dan ketika kakakku bukan menjadi anggota gang apapun di sekolah ini. Semua itu bermula saat kakakku punya masalah dengan anak kelas 1 lainnya. Dan sialnya, anak itu adik dari anggota gang tingkatan A, gang teratas yang ada di sekolah setan ini. Kau masih beruntung tadi berhadapan dengan anggota gang D.”, ucapnya sambil diikuti menikmati ramennya. “Baik, sekarang jelaskan padaku soal gang- gang yang kau bicarakan tadi, aku yakin kau pasti tahu semuanya.”, tanyaku lantang.

“Di sekolah setan ini, ada 5 tingkatan gang, A sampai E. Tingkatan gang yang paling lemah adalah E, sebaliknya yang terkuat adalah A. Dan masing-masing gang memiliki jas kebesaran. Gang tingkatan E adalah gang yang terlemah dan diisi oleh anggota yang tidak solid. Tapi, empat gang lainnya, sangat terorganisir dan bahkan memiliki ketuanya masing-masing. Dari informasi temanku yang keluar dari sekolah ini karena tertindas di gang tingkatan C-nya, aku tahu jenis jas kebesaran masing-masing gang. Terkecuali gang tingkatan E, mereka tidak memilikinya.”, jelas si gendut diikuti menikmati ramen dengan nafsunya.

“Jadi begitu, kasihan sekali kakakmu kalau begitu ya. Sekarang, bagaimana keadaannya?”, tanyaku. “Kakakku sudah setahun lebih meninggal, di saat-saat terakhir waktu koma, dia sempat berkata untuk memintaku membalaskan dendamnya pada orang yang pernah punya masalah dengan kakakku dulu, yang sekarang menjadi anggota gang tingkatan A di sekolah ini.”, dia berkata lagi. “Baiklah, aku akan membantumu menuntaskan keinginan kakakmu, oke bro?”, kataku sambil berseringai. “Percaya diri sekali kau, apa kau yakin? Aku bahkan belum yakin dengan diriku.”, kata si gendut itu lagi. “Yakinlah padaku, kita nanti akan membuktikannya, mari bekerja sama.”, kataku sambil mengajaknya berjabat tangan. “Baik, sekarang kita satu tim.”, jawab Kawaishi sambil menjabat tanganku penuh yakin.

Dua hari setelah pertemuan pertama itu, aku dan si gendut sudah bergabung di gang tingkatan E . Aku bahkan sudah ditunjuk menjadi ketua gang terlemah di sekolah yang ternyata sekolah setan itu. Anggota gang tingkatan E mengakui keberanianku sewaktu OSPEK kemarin. Walau ada juga yang tidak menyetujuinya. Aku dan si gendut mencoba menyegarkan keberadaan gang tingkatan E. Kami meyakinkan anggota untuk nantinya menjadikan gang tingkatan E adalah gang terkuat di sekolah setan. Memang kami masih disepelekan, bahkan oleh anggota gang tingkatan E, tapi aku bersama si gendut akan memulai babak baru perjuangan hidupku.

To be continued. Baca chapter-chapter selanjutnya.

Baca Asshole SMU - Bagian 2

Baca Asshole SMU - Bagian 3

0 komentar:

Posting Komentar