Kamis, 24 Maret 2011

Asshole SMU - Bagian 2

“Kriiing”, bel bordering tanda jam sekolah telah usai. Setelah melakukan do’a bersama yang membosankan, aku langsung menyerobot tasku dan beranjak keluar. “Gendut, ayo kita pulang.”, seruku pada si gendut Kawaishi yang masih duduk. “Kau tidak ingin tinggal dulu, tanganku sudah gatal nih dua hari nggak mukul orang.’, ucap si gendut sambil memainkan pulpennya. “Iya juga, kita juga belum benar-benar menguasai gang tingkatan D, masih banyak keledai yang harus ditaklukkan.”, kataku sambil mengamati luar ruangan sambil sedari tadi berdiri di depan pintu.

“Ken, nggak terasa ya, baru dua bulan di sekolah setan ini, kita sudah hampir menguasai gang tingkatan D, kalau begini, akan semakin berkurang tikus-tikus yang meremehkan gang kita.”, kata si gendut bersemangat. “Iya, aku juga setuju, ayo kita ke lapangan basket sekarang, pasti ada anak-anak gang D di sana.”, kataku pada si gendut yang masih duduk sendirian di dalam kelas. “Baik, ayo kita ke sana.”, seru si gendut sambil menggebrak meja dan berjalan ke arahku.

“Duk duk duk.”, suara pantulan bola basket yang kemudian menggelinding ke arahku. “Hohoho, lihat Ken, bola keledai-keledai itu ke sini. “Hei, bocah, bawa sini bolanya.”, teriak salah seorang dari dalam lapangan ke arahku. “Kalau mau ambil sini, njing!”, teriak si gendut tiba-tiba. “Kau kira aku takut, dasar monyet!”, seru orang yang tadi meneriaki benar-benar sambil mendekat. “Pok …buk, buk, pok, bruk.”, suara pukulan dan tendangan bertubi-tubi si gendut yang akhirnya menjatuhkan pengambil bola. “Heh, berani nyali aja ngapain ke sini?”, gertak si gendut diikuti pukulannya lagi.

“Heh gendut, lihat tikus-tikus di lapangan itu, mereka mungkin membiarkan salah satu temannya mati konyol di sini.”, kataku pada si gendut. “Plok plok plok.. Lumayan juga dua bocah tengik yang bermimpi menjadi jagoan dari gang E ini.”, kata salah seorang dari dalam lapangan sambil bertepuk tangan. “Kau tahu siapa dia Ndut? Sepertinya dia sudah mengenali kita, atau mungkin kita sudah cukup terkenal di sekolah setan ini ya? Hahaha.”, celotehku pada si gendut yang berdiri di samping pengambil bola yang barusan dihajarnya. “Dia Sasuke, ketua gang tingkatan D, kukira anak buahnya sudah lapor padanya setelah apa yang kita lakukan pada banyak anak buahnya.”, kata si gendut.

“Aku menantang kalian, kemari dan tunjukkan kejantanan kalian.”, tantang salah seorang murid sekolah setan yang ternyata ketua gang tingkatan D. “Aku layani tantanganmu..!!!”, teriakku. “Ayo gendut, kita tunjukkan kehebatan kita.”, seruku sambil melemparkan bola ke dalam lapangan dan berjalan beriringan bersama si gendut.
“Hmm, begini peraturannya, kalau kalian bisa mengalahkan beberapa anak buah yang kupilih, salah seorang dari kalian akan duel denganku. Dan kalau aku kalah, maka kami gang tingkatan D akan mengakui kehebatan gang tingkatan E. Kalian sanggup bocah?”, kata ketua gang tingkatan D sambil menatapku tajam. “Kau kira kamu takut ya? Haha..”, kataku bersemangat. “Kyoto, Yamamoto, Makiyo, Matsumoto, Kamamaru, kemari kalian dan habisi bocah-bocah pemimpi ini.”, kata ketua gang tingkatan D sambil berbalik meninggalkan aku dan si gendut. Lima anak buah gang tingkatan D sudah berhadapan dengan kami berdua. “Ayo Ken, kita habisi mereka!”, seru si gendut sambil bersiap.

Benar saja, aku dan si gendut mulai bertarung dengan lima anggota gang tingkatan D. Dua lawan lima sekaligus, rasanya terdengar konyol. Tapi dengan segenap keberanian kami berdua, kami melawan pertarungan keroyok mereka. Motivasiku menguasai gang-gang di sekolah setan ini semakin menguatkanku.

“Bog..plak..duk..debug..brak..plok..dug..dag..”, suara rentetan pukulan, tendangan, pertahanan diri dari pertarungan kami. Ternyata lumayan berat juga bertahan sekaligus menyerang lima orang sekaligus tanpa anak buah. Tapi demi impianku, aku dan si gendut sekuat tenaga melawan lima anggota gang tingkatan D itu.
Wajah babak belur lima lawan bertarung kami membuat nyali bertarungku menggila. Entah berapa pukulan serta tendangan yang sudah kubuat, sampai membuat tiga orang dari mereka mengaku kalah. Melawan dua orang lagi rasa-rasanya ringan bagi aku dan si gendut. Walaupun si gendut sudah terlihat kelelahan dan wajah yang memar-memar.
Kamipun akhirnya berhasil mengalahkan lima anak buah pilihan ketua gang D untuk melawan aku dan si gendut. Tapi aku masih belum merasa puas, salah seorang dari kami harus melawan ketua gang D untuk membuat gang tingkatan E tidak diremehkan lagi. “Bagaimana, kau sudah melihat kehebatan kami kan?”, kata si gendut sambil ngos-ngosan pada ketua gang tingkatan D. “Jangan senang dulu para bocah, siapa dari kalian yang akan berduel denganku?”, tantang ketua gang tingkatan D geram.

“Ken, kau saja yang melawannya, aku sudah lelah. Dan kau pasti akan mengalahkannya”, kata si gendut dengan entengnya. “Hmm, kau serius berkata begitu gendut?”, kataku sambil melihat si gendut yang sempoyongan. “Iya Ken, kau pasti menang, lawan dia! Nama besar gang tingkatan E ada di pundakmu! Selamat berjuang!”, ucap si gendut lalu meninggalkanku. “Baik gendut, aku sudah berjanji kita bakal menguasai gang-gang di sekolah setan ini. Aku akan mengalahkannya!”, teriakku dalam hati.

“Jadi kau ya yang melawanku, kau akan habis. Aku tak sabar lagi!”, kata ketua gang tingkatan D sambil menatapku tajam. “Ayo kita mulai sekarang! Arrrrgh…”, seruku dengan tangan mengepal. “Bug”, suara pukulan ketua gang tingkatan D tepat di dada bagian atasku. “Nyeri ini akan menjadi cambuk bagiku untuk menghabisimu”, ucapku dalam benak memotivasiku. Dan dengan sisa tenaga yang kumiliki, aku melawan ketua gang tingkatan D. Aku bertarung mati-matian, nyala api di dadaku terus berkobar, bersama tiap peluh yang menetes dan nafas yang kuhembus.

Setelah melalui duel yang benar-benar melelahkan, aku menguasai pertarungan. Aku mematikan gerakannya, menguncinya saat berhasil membuatnya terjatuh. “Nafasku terengah-engah, sisa tenagaku kugunakan untuk mengunci tangan ketua gang tingkatan D itu. Kuat dan semakin kuat. “Sudah, lepaskan aku, aku tak kuat lagi. Kau memenangi duel ini. Gang tingkatan E berada di atas gang tingkatan D sekarang. Sekarang lepaskan aku.”, kata ketua gang tingkatan D memohon.

Aku melepaskan kuncianku dan mengatur nafasku. “Terima kasih, kami gang tingkatan D mengakui kehebatan gang tingkatan E sekarang.”, kata ketua gang tingkatan D sambil menepuk pundakku lalu berjalan menuju anak buahnya. “Iya Sasuke, dan aku tak akan puas sampai di sini.”, jawabku sambil menunjuk ke arahnya dan berbalik. Aku tertahan berteriak “Aku menang” pada si gendut. Karena di sampingnya berdiri anak-anak buahku.

“Ken, selamat! Tak salah kami mempercayakanmu sebagai ketua.”, kata salah seorang anak buahku. “Hah, begini kalau memiliki gang yang sama sekali tak terorganisir. Membiarkan ketua dan tangan kanannya berjuang sendirian.”, pikirku dalam hati. “Ayo kita pulang.”, kataku sambil diikuti pelukan dari anak-anak buahku, termasuk tangan kananku, si gendut Kawaishi.

Sambil berjalan pulang, aku terus berjanji pada diriku. “Aku pasti bisa menguasai sekolah setan ini, aku pasti bisa. Dan aku akan mengorganisir gang tingkatan E, dan tunggu saja orang yang menjadi dendam bawaan si gendut, gang tingkatan E akan memperlihatkan tajinya padamu, tunggu saja!”, seruku dalam hati.

To be continued. Baca chapter-chapter lainnya.

Baca Asshole SMU - Bagian 1

Baca Asshole SMU - Bagian 3

0 komentar:

Posting Komentar